Tradisi Maudu Lompoa di
Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, adalah perayaan besar
Maulid Nabi Muhammad SAW yang masih dilestarikan oleh
masyarakat setempat, khususnya di Desa Cikoang, Kecamatan
Mangarabombang. Maudu Lompoa berasal dari kata "Maudu," yang
berarti Maulid, dan "Lompoa," yang berarti besar, sehingga
dapat diartikan sebagai perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang
diadakan secara besar-besaran.
Tradisi ini berakar dari kedatangan Syekh Jalaluddin, seorang
ulama dari Aceh, ke Desa Cikoang pada tahun 1629 Masehi untuk
menyebarkan ajaran Islam. Syekh Jalaluddin yang pernah belajar
di Baghdad, membawa sembilan kitab, termasuk kitab Maulid
‘Aqidatul Anwal,’ yang mengajarkan dasar-dasar akidah dan
syariat Islam kepada masyarakat setempat yang saat itu masih
minim pengetahuan tentang Islam. Tiga hari sebelum wafatnya,
beliau memperkenalkan tradisi perayaan Maulid, yang kemudian
menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Cikoang.
Maudu Lompoa pertama kali dilaksanakan pada tahun 1963 di Masjid Nurul Ilmi, yang kini menjadi tempat bersejarah di Desa Cikoang. Tradisi ini tidak hanya menjadi perayaan keagamaan tetapi juga sarana untuk menjaga keselarasan dan keharmonisan dalam masyarakat melalui ritual dan kesucian rasa serta akhlak.
Maudu Lompoa
Setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Desa Cikoang, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan
Maudu Lompoa adalah tradisi perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilaksanakan secara besar-besaran oleh masyarakat Desa Cikoang, Kabupaten Takalar. Tradisi ini dimulai pada tahun 1963 dan memiliki tujuan untuk menjaga keselarasan dan keharmonisan hidup masyarakat.
Maudu Lompoa diawali dengan pembacaan kitab Maulid dan diikuti dengan berbagai ritual keagamaan yang menekankan pada kesucian rasa dan akhlak, sesuai ajaran Syekh Jalaluddin yang membawa tradisi ini ke Cikoang pada tahun 1629 Masehi.