Baju Bodo

Baju Bodo

Baju Bodo adalah pakaian adat perempuan Makassar yang memiliki sejarah panjang dan sudah dikenal sejak masa sebelum Islam masuk pada abad ke-17. Kata "bodo" sendiri berasal dari bahasa Makassar yang berarti pendek, sesuai dengan bentuknya yang segi empat dan berlengan pendek hingga setengah siku. Menariknya, leluhur Makassar telah menguasai ilmu tekstil sejak zaman Neolitikum, sehingga baju Bodo dikenal sangat sejuk dan nyaman dipakai, seperti dicatat oleh sejarawan Christian Pelras dalam bukunya The Bugis (1996).

Terdapat aturan khusus mengenai warna baju Bodo yang mencerminkan status sosial dan umur pemakainya. Warna jingga dikenakan oleh anak perempuan di bawah 10 tahun, jingga dan merah untuk usia 10 hingga 14 tahun, dan merah untuk perempuan berumur 17 hingga 25 tahun. Warna putih digunakan oleh pembantu dan dukun, hijau untuk puteri bangsawan, dan ungu untuk para janda. Baju ini dipadukan dengan sarung tradisional bernama lipa' dan dilengkapi aksesoris seperti sanggul berhias, anting panjang, kalung berantai, kalung panjang, dan kalung besar, terutama dalam acara pernikahan.

Pada awalnya, hingga dekade 1930-an, baju Bodo terbuat dari kain kasa atau sutra yang tipis dan transparan. Namun, seiring dengan pengaruh Islam yang semakin kuat, penggunaan baju Bodo transparan mulai ditinggalkan. Saat ini, baju Bodo tidak hanya dipakai dalam acara pernikahan tetapi juga oleh para penari, dan aturan warna berdasarkan status sosial sudah tidak lagi diterapkan, sehingga warna-warna baju Bodo kini lebih bervariasi.

Informasi Lainnya
Nama Pakaian

Baju Bodo

Bahan
  • Awalnya terbuat dari kain kasa atau sutra tipis dan transparan

  • Saat ini menggunakan bahan yang tidak transparan

Digunakan Pada
  • Acara Pernikahan

  • Pertunjukan Tari

  • Dahulu digunakan sesuai status sosial dan umur

Aksesoris
  • Sarung tradisional (lipa')

  • Sanggul berhias

  • Anting panjang

  • Kalung berantai

  • Kalung panjang

  • Kalung besar

Makna Simbolis

Warna baju Bodo memiliki makna simbolis yang mencerminkan status sosial dan umur pemakainya, meskipun saat ini penerapannya sudah tidak seketat dulu. Tradisinya, warna jingga dikenakan oleh anak perempuan di bawah 10 tahun, jingga dan merah untuk usia 10-14 tahun, merah untuk perempuan 17-25 tahun, putih untuk pembantu dan dukun, hijau untuk puteri bangsawan, dan ungu untuk para janda.